Minggu, 04 November 2012

Aku rindu saat kau menemani malam-malamku dan kita berbincang tentang banyak hal. Kau begitu pandai membuatku tertawa. Menghiburku, mengusir mendung yang memberat di mataku sebelum ia jatuh menjadi gerimis di kedua pipiku. Meski malam terus meninggi, dengan sabar kau terus menemaniku, menungguiku hingga lelap membawaku menemui mimpi. Menyelimutiku, mengecup lembut pipiku sebelum pergi, sambil berbisik "mimpi indah, sayang".

Keesokan paginya kau kembali datang menemuiku, dengan setangkai mawar putih. Kau begitu mengerti aku. Bahkan kau tahu semua yang aku suka, mawar putih itu salah satunya. Mungkin hanya setangkai mawar, tapi harumnya mampu meberi wangi hari yang kulalui. Setiap mengulurkan tangkainya, tak pernah lupa kau berpesan "awas durinya, aku tak mau kau terluka karenanya".

Untuk semua malam-malam yang kau jauhkanku dari duka.
Untuk semua hari-hari yang kau taburi wangi bahagia.
Terimakasih.

Yah, terimakasih... Kata yang tak sempat kuucapkan padamu. Bahkan sering mengukir luka di hatimu. Itukah yang membuatmu pergi? Berjalan menjauh, meninggalkanku sendiri tergugu. Bahkan air mataku yang terus menderas tak mengehentikanmu. Tak memperdulikan teriakan ma'afku yang memohon pilu.

Dan kini, yang bisa kulakukan hanya memandangi punggungmu yang semakin menjauh, dengan hati patah, dengan hati berdarah.

Ah, betapa bodohnya aku..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar